Petualangan Sherina 2, sebuah karya yang mengundang kita untuk mengembara kembali ke masa anak-anak, seperti menyelam ke dalam kulkas untuk mencari stok es krim terakhir. Namun, apakah kita hanya diberi sebatang eskrim atau malah sebuah pesta es krim yang megah? Mari kita jelajahi mengapa Petualangan Sherina 2 pantas menjadi lebih dari sekadar nostalgia.
Elemen Musikal: Dari Riri Riza ke La La Land yang Murah Meriah
Dalam uraian ini, kita tak bisa menghindari fakta bahwa Petualangan Sherina (2000) memiliki elemen musikal yang sederhana. Namun, bukan berarti kita harus terjebak di dalam ruang waktu itu selamanya. Seakan Riri Riza dan timnya terlalu santai “merekam orang bernyanyi dan menari” tanpa energi, tak menyadari bahwa La La Land bukan hanya sekadar “Ayo kita buat yang seperti ini!”. Mungkin kita butuh sedikit lebih dari versi murahnya.
Kemajuan Karakter: Sherina dan Derby, dari Banter Anak-anak ke Romantisme Dewasa
Sherina Munaf dan Derby Romero, seperti anggur yang menua, menghadirkan chemistry yang tak tergoyahkan. Banter cinta/benci film pertama terasa lebih dewasa, memberikan warna baru pada petualangan kali ini. Kita bisa merasakan perubahan dari sekolah ke kantor, dari bermain ke berdrama. Sherina kini bukan hanya gadis kecil bersepatu merah, tapi jurnalis lingkungan berkompeten. Derby tetap tenang, Sherina tetap berapi-api, dan kami menikmati versi dewasa dari kisah mereka.
Antagonis yang Kurang Menggigit: Randy dan Kelly Tandiono Terjebak dalam Kelemahan Aksi
Ketika membahas antagonis, tak bisa dihindari untuk menyoroti kelemahan dalam penampilan Randy dan Kelly Tandiono. Randy tampaknya terjebak memerankan penjahat serius yang kehilangan daya tarik, sedangkan Kelly, dengan segala kemampuan fisiknya, disia-siakan dalam aksi yang tak mengena. Namun, ada satu pengecualian yang mencuri perhatian: Isyana sebagai Ratih Icih Icih. Dengan pesona ala antagonis film klasik Disney, dia menjadi bintang yang bersinar di tengah-tengah kekurangan lainnya.
Puncak yang Mengecewakan: Mengenang Bintang dan Ambisi yang Terlalu Tinggi
Saatnya memasuki puncak petualangan, kita dihadapkan pada reka ulang adegan planetarium ala La La Land. Namun, sayangnya, ambisi untuk menciptakan momen yang menyentuh malah berakhir dengan CGI yang tak terlalu memadai. Mungkin kita harus lebih berhati-hati dengan ambisi agar tidak jatuh dalam jurang kekecewaan.
Kesimpulan: Petualangan Sherina 2, Nostalgia yang Memadai dengan Potensi Lebih
Jika kita melihat secara menyeluruh, Petualangan Sherina 2 masih memberikan dosis nostalgia yang memadai. Namun, ketika kelemahan terbesarnya terletak pada presentasi musikal yang masih berkutat di zaman “merekam orang bernyanyi dan menari,” mungkin saatnya untuk merangkul perubahan dan memberikan sentuhan lebih pada aspek-aspek yang dapat membuatnya bersinar. Kita punya elemen yang baik, sekarang waktunya untuk melampaui batas nostalgia dan menciptakan sesuatu yang tak terlupakan.